54

Jumat, 27 April 2012


Lima Puluh Empat.

Bukan hanya sekedar angka acak. Bukan pula jumlah yang sedikit. Lima puluh empat adalah usia-mu, Bapak. Semakin tuakah, dirimu? Dengan rambut yang mulai memutih di sela surai hitam pekatmu. Kulit yang mulai mengeriput di balik tulang yang kian merapuh.

Aku tahu, ini sangat terlambat. Seharusnya aku posting tulisan ini sehari sesudah hari lahirmu yang tanggalnya sama dengan hari lahirku juga, 15 maret. Tapi tak mengapa.

Aku hanya memanggilmu, Ayah.
Disaat aku kehilangan arah...
Aku hanya memanggilmu, Ayah.
Jika aku tlah jauh darimu...

Di usiamua yang tidak lagi muda. Tubuh legam tersengat sinar mentari di sela-sela peluh yang membasahi sekujur tubuh hanya demi menafkahi keluarga yang kau cintai, aku tahu bahwa kau sudah berupaya sekuat tenaga. Bahkan kau rela mempertaruhkan nyawa hanya demi melihat sebuah senyum terukir di sudut bibir anak bungsumu ketika memeluk sebuah raket dari hasil jerih payahmu seharian.

Bapak. Aku tahu tidak banyak yang bisa aku lakukan untuk membalas semua jasamu. Kau yang bahagia ketika menggendongku sewaktu usiaku lima tahun. Kau yang tertawa melihatku melontarkan gurauan garing yang bahkan tidak bisa di bilang lucu. Kau yang mengusap aiirmata ketika aku menangis akibat terjatuh ke dalam lumpur. Kau yang terlihat gusar ketika aku mulai bandel karena sering pulang larut malam. Kau yang marah ketika aku bertengkar dengan adik-adikku. Dan kau yang tersenyum bangga ketika melihatku menjadi seorang sarjana.

"Semoga kau menjadi sosok bijaksana yang selalu mencintai keluarga.
Semoga kau tetap menjadi seseorang yang bisa aku andalkan, menuntunku dalam kegelapan, serta mengantarku ke gerbang pernikahan suatu saat nanti."

Sepenggal doa.

Ya, hanya ini yang bisa aku berikan padamu disertai sekotak donat di usiamu yang sudah lebih dari separuh abad. Hanya sepenggal doa yang bisa aku munajatkan kepada Sang Pencipta. Dan dengan bangga juga aku katakan bahwa. AKU MENYAYANGIMU, BAPAK.

0 komentar:

Posting Komentar