Siti Maesaroh

Senin, 19 September 2011
--sebelas tahun silam.

 "APA ELU KATE BANG?? AYE KAGA SALAH DENGER, EH?" teriak seorang wanita yang tengah hamil besar. Berdiri dengan kedua tangan di pinggang dengan raut muka memerah. 

"Suer, Nap. Abang kaga bo'ong, maapin abang Nap. Abang khilaf," jawab suaminya terbata.Bersimpuh di depan sang istri yang tanpa sengaja memergokinya sedang kencan dengan salah seorang bule berambut pirang. Jaenab yang tidak bisa menerima kelakuan suaminya, langsung melabrak mereka. Adu jambak rambutpun tidak dapat terhindarkan.Si bule yang tidak mempunyai ilmu bela diri Silat Betawi Sabeni, akhirnya menyerah kalah. Dan tinggallah sang suami seorang.

"POKOKNYE AYE KAGA MAO TAU, AYE MINTACER--AAAAAAHHHH--"

"Neng!! Neng kenapa neng?" pekik suaminya panik sementara sang istri terkulai lemas sambil memegangi perutnya. Bulir keringat sebesar bola golf  meluncur dari kening dan juga lehernya. Matanya terpejam, dan samar terdengar erangan kesakitan dari bibirnya. Kelahiran anak pertama meraka di perkirakan seminggu kemudian, namun karena emosi yang begitu meluap, akhirnya air ketubanpun pecahh.

"Sabar ya neng, abang bawa ke dukun beranak," kata sang suami bersiap menggotong Jaenab.

“Bego lu ye bang, disini mah kaga ada dukun beranak, tau!” sang sitri masih sempet-sempetnya memaki sang suami. “Cepetan bawa aye ke rumah sakit,” 

"I-iye, neng." angguk suaminya nurut. Yeah, Dia sama sekali tidak bisa membantah perintah dari istrinya, karena dia sudah tergabung dalam kelompok ISTI. Ikatan suami-suami takut istri.

Sekarang

“Sitiiiiiii,” pekik seorang wanita paruh baya dari arah dapur. Berpakaian daster lengkap dengan sebuah lap meja yang setia nangkring di atas pundaknya. Wanita itu adalah Jaenab, ibu dari anak perempuan sebelas tahun.  Seorang pekerja rumah yang merantau ke negri antah berantah dengan bekal ilmu masak dan bebersih rumahnya. Seorang keturunan betawi asli yang hidup jauh dari tanah airnya demi sebuah cita-cita mustahil, yaitu memperbaiki keturunan. Jaenab tidak cantik, dengan tinggi semampai (semester tidak sampai. red) dan kulit sawo matangnya ia ingin agar kelak mempunyai keturunan yang lebih baik darinya. Sebab itulah wanita tersebut mengikuti program pemerintah yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan tentu saja perekonomian itu sendiri dengan menjadi seorang TKW. 

Namun, cita-cita mulia tersebut kandas ketika ia jatuh cinta pada seorang pemuda kelahiran Betawi juga. Yah, apa mau di kata. Nasi sudah jadi bubur. Dan beginilah nasibnya sekarang. Memiliki seorang anak perempuan yang rada bawel dengan bibir agak lebar. Dialah, Siti Maesaroh. Buah cinta Jaenab dengan Safei. 

(bersambung) 

0 komentar:

Posting Komentar